
Pagi menjelang siang di warung penjual rokok di bawah Angsana yang sudah sedikit ranggas di Bandung, seorang yang mungkin usianya tidak lebih tua dari (alm) kakek saya sedikit memecah pembicaraan kami yang sebelumnya bisa disebut cukup membosankan,
”Baheula mah jang,.. Bandung mah tiis, adem ah nikmat we lah... ari ayeuna mah.. keur mah panas,.. macet,.. jeung lieur rea jalan di jieun sa arah...Tidak perlulah diterjemahkan, jika kurang mengerti, baca saja dan biarkan pengertian itu datang dengan sendirinya.
Hari yang lain, sudah sedikit gelap, beberapa saat setelah hujan yang membuat saya harus berhenti di warung kopi dadakan di Jalan WR.Supratman Bandung selesai sudah membasahi jalan. Kali ini seorang yang mungkin usianya sedikit lebih tua dari ayah saya berkata dengan sedikit senyum asam di tepi bibirnya,
”Baheula mah cep,.. motor teh sieun ku mobil. Ahh, ayeuna mah mobil nu sieun ku motorKalimat ini tidak meluncur begitu saja tanpa sebab. Sangat bisa dimaklumi bahwa tepat setelah hujan adalah waktu dimana jalan raya tiba-tiba riuh karena pada saat bersamaan pengendara kendaraan yang tidak anti-hujan (sepeda motor -red) berebut posisi puncak klasemen untuk sampai terlebih dulu ke tempat tinggalnya. Bukan hanya berebut dengan sejenisnya, tapi juga dengan spesies lain seperti mobil dan bahkan... pejalan kaki. Trotoar (trottoir -Fr) yang sejatinya milik pejalan kaki juga ikut diambil alih. Tapi sudahlah, bukan itu yang ingin saya persoalkan kali ini.
Untuk kuotasi diatas barusan, juga tidak perlulah diterjemahkan. Sekali lagi, baca saja, dan biarkan pengertian itu datang dengan sendirinya.
Tapi coba perhatikan penggalan pembicaraan saya dengan seseorang yang kali ini hanya beberapa tahun lebih tua dari saya, di Pasir Hideung, Cijurai, Sukabumi
”Ah! Kang,.. Da didieu mah ti Baheula nepi ka ayeuna oge can aya listrik!Dan untuk kuotasi kali ini, jelas saya tidak akan sungkan menerjemahkannya,
”Ah! Kang,.. Kalau disini dari Dulu sampai sekarang juga, belum ada listrik!Titik beratnya adalah bagaimana kita, atau setidaknya kebanyakan kita terlalu bergairah menghadapi perubahan, bagaimana kita terlalu mudah membiarkan diri terus-terusan berlari atau malah terbawa lari. Hingga tanpa sadar, ternyata kita sedang mati-matian mengejar waktu, yang sebenarnya ia masih ada dibelakang kita.
Ditulis sebagai pengingat untuk saya, dan yang menginginkan.
0 komentar:
Posting Komentar